Latar
Belakang
Menurut salah satu personil grup
teureubang Sri Wargi Wasiat Sepuh Mang Atrok mengatakan Teureubang terdiri dari
kata “teureub” (Bahsa Sunda) yang
artinya musnah atau akan musnah dan “bang”
kependekatn dari kata bangkit, jadi teureubang adalah kesenian tradisi Jawa
Barat yang tadinya akan musnah yang akan tergeser oleh kesenian- kesenian yang
lain lalu kemudian sekarang bangkit kembali. Makna teureubang dalam kehidupan
masyarakat ini mencakup berbagai hal seperti dalam bertani yang rugi kemudian
bangkit kembali, dagang yang gagal kemudian bangkit kembali, dan
masalah-masalah lainnya dalam kehidupan masyarakat.
Simbol
Sinkretisme pada Peristiwa Trance dalam Pertunjukan Seni Terebang
Peristiwa trance
atau kondisi di luar kesadaran merupakan salah satu kondisi yang kerap
terjadi dalam pertunjukan seni terebang. Seni terebang merupakan
salah satu kesenian yang terdapat di daerah Jawa Barat, seperti di Majalaya,
Sumedang, dan Subang. Seni terebang merupakan seni pertunjukan yang
menyajikan nyanyian atau lagu-lagu Islami. Jika dilihat dari sejarahnya, seni terebang
merupakan salah satu media untuk menyebarkan agama Islam melalui kesenian.
Namun di dalam pertunjukannya, peristiwa trance yang terjadi merupakan
salah satu bukti bahwa peristiwa transendental mampu terjadi dalam kehidupan
manusia di luar tata cara yang seharusnya dalam melakukan suatu kegiatan
beragama.
Seni terebang
pada awalnya ditujukan untuk menyebarkan aga
ma Islam di wilayah Jawa Barat melalui kesenian. Seiring dengan perkembangannya, kesenian tersebut kini disajikan dalam upacara-upacara ritual keagamaan maupun hanya sebagai hiburan. Seperti misalnya dalam peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW, ruwatan, dan sebagai sajian hiburan dalam acara pernikahan maupun khitanan.
ma Islam di wilayah Jawa Barat melalui kesenian. Seiring dengan perkembangannya, kesenian tersebut kini disajikan dalam upacara-upacara ritual keagamaan maupun hanya sebagai hiburan. Seperti misalnya dalam peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW, ruwatan, dan sebagai sajian hiburan dalam acara pernikahan maupun khitanan.
Instrumen atau
waditra yang digunakan dalam seni terebang berupa
sejenis rebana atau membranophon instruments, dengan berbagai bentuk
dan ukuran. Di beberapa tempat yang menyajikan seni terebang, ada yang
sudah menambahkan instrumen atau alat musik lain seperti tarompet,
bahkan ada yang sudah menggunakan tambahan alat musik keyboard. Hal tersebut
merupakan salah satu wujud dari pola perkembangan bentuk dalam suatu kesenian.
Di dalam
pertunjukan seni terebang, sebelum pelaksanaannya dilakukan persiapan
terlebih dahulu seperti mempersiapkan sesajen yang dibuat dari berbagai bahan
alami. Misalnya sesajen yang bernama rincikan, dalam sesajen tersebut
terdapat tujuh macam bahan alami seperti bumbu dapur, dedaunan dan lainnya yang
berjumlah tujuh wadah. Ada juga tempat pembakaran kemenyan yang disebut parukuyan
yang juga berjumlah tujuh buah. Selain itu ada juga yang disebut ci
kahuripan, yakni sesajen berupa air yang dibawa oleh penonton dan
dibagikan kembali setelah pertujukan kesenian tersebut usai. Serta berbagai
dekorasi pertunjukan dengan berbagai warna yang menyimbolkan unsur-unsur bumi
seperti hejo, koneng, bodas, beureum (hijau, kuning, putih, merah)
yang berarti bumi, angin (nafas atau cahaya), air, dan api. Simbol yang
terkandung dalam sesajen dan dekorasi pertunjukan tersebut menyiratkan
sifat-sifat dari manusia dan alam sebagai tempat kehidupan manusia tersebut
berlangsung.
Pertunjukan
seni terebang umumnya dimulai dengan ceramah oleh saehu, sesepuh
atau orang yang dituakan di tempat berlangsungnya pertunjukan kesenian
tersebut. Lalu dilanjutkan dengan pembacaan doa, penyajian lagu-lagu, dan
ditutup dengan doa sambil membagikan sesajen-sesajen yang diyakini oleh
masyarakat pendukung kesenian tersebut mampu mengobati segala macam penyakit
baik lahir maupun batin. Ada banyak hal menarik lainnya dari pertunjukan seni
terebang, khusunya ketika penyajian lagu-lagu terebang itu
sendiri.
Peristiwa trance
atau kondisi di luar kesadaran sudah menjadi peristiwa yang sebenarnya
diharapkan atau dinantikan oleh masyarakat pendukung seni terebang. Di
dalam agama Islam, kondisi di luar kesadaran pada umumnya diharamkan atau
dilarang, namun di dalam ajaran Islam pun, penganutnya diwajibkan untuk
mempercayai adanya kehidupan lain setelah kematian yakni alam akhirat,
serta adanya makhluk-makhluk gaib lain lain seperti jin, setan, dan
malaikat. Dengan demikian, orang Islam yang merupakan masyarakat pendukung dari
kesenian terebang meyakini betul bahwa peristiwa di luar kesadaran
ketika menari pada waktu menikmati sajian lagu-lagu dari kesenian tersebut
merupakan perwujudan dari hadirnya roh-roh leluhur yang memasuki raganya.
Jika dilihat
aspek musikal dari lagu-lagu yang disajikan dalam pertunjukan seni terebang,
umumnya berupa repetisi atau pengulangan dari suatu bentuk dengan durasi yang
cukup panjang, Hal tersebut mampu memicu konsentrasi seseorang memasuki wilayah
di luar kesadaran. Namun di luar hal tersebut, jauh sebelumnya bahwa masyarakat
pendukung seni terebang sudah meyakini benar bahwa peristiwa di luar
kesadaran tersebut merupakan bukti bahwa para arwah leluhur hadir dalam
pertunjukan seni terebang untuk memasuki raga seseorang yang menari
ketika menikmati sajian lagu-lagu dalam kesenian tersebut.
Islam tidak
muncul lagi sebagaimana ajaran agama aslinya karena sudah bercampur dengan
keyakinan yang sebelumnya dianut oleh masyarakat pendukung kesenian terebang.
Bercampurnya antara berbagai keyakinan, syariat atau tata cara dalam melakukan
kegiatan beragama menjadi salah satu perwujudan artefak budaya dalam suatu
peradaban. Hadirnya berbagai simbol maupun peristiwa di dalam pertunjukan
kesenian terebang juga menjadi sebuah paradoks unik yang mampu membuat
kesenian tersebut tetap bertahan.
Analisis musik
Alat musik yang digunakan adalah Tereubang,
dogdog, kendang, tojo, kempring, kecrek, cempor. Alat-alat tersebut merupakan
alat musik perkusi jadi tidak ada patokan nada yang digunakan oleh vokalis
untuk menentukan tinggi rendahnya nada (tonalitas) dalam lagu yang dinyanyikan,
aransemen musik dalam setiap lagu-lagunya pun hampir sama, contohnya pada
bagian intro pertama pada setiap lagu yang dinyanyikan hampir sama, yang
membedakan adalah temponya kemudian dalam beberapa lagu pada bagian ending ada
penurunan tempo menjadi melambat/rit (dalam musik barat). Lagu-lagu yang dinyanyikan dalam kesenian
teureubang ini adalah lagu-lagu buhun seperti deungdeung jawa, sifat nabi,
wangsit siliwangi, Pahlawan Toha, kembang gadung, bangbung hideung, dan
lain-lain. Pada awal pagelaran dimulai dengan lagu bubuka berupa solawat para
pelaku kesenian ini menyebutnya dengan nyolawat,
lagu ini ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW dan untuk berdo’a kepada Allah SWT
agar pagelaran berjalan dengan lancar “Salamet
nu ngahibur, salamet nu dihibur”
Dari beberapa lagu
diatas ada satu lagu yang beberapa kali dinyanyikan berulang-ulang karena
permintaan dari penonton yaitu lagu deungdeung jawa, lagu ini temponya sedang,
laras salendro namun rasa dari laras salendro yang dinyanyikan agak sedikit
berbeda dengan salendro yang biasa kami dengar rasa salendronya lebih khas
dengan karakter vokal seorang bapak tua, mungkin disinilah salah satu kelebihan
seniman alam mereka sangat peka dalam menggunakan rasa/perasaan dalam
menyanyikan lagu laras salendro sehingga hasilnya pun memang benar-benar
salendro yang khas. Kemudian dari sound sistem yang digunakan ketika pagelaran
pun sangat sederhana dengan efek echo yang zaman dulu menambah khas suara yang
dihasilkan, bahkan kami bisa mengatakan belum tentu suara yang dihasilkan
menjadi khas apabila pagelaran tersebut menggunakan sound yang lebih bagus.
semoga bermanfaat yah :)
semoga bermanfaat yah :)
No comments:
Post a Comment